Sabtu, 17 Juli 2010

Pelestarian Peninggalan Sejarah dan Purbakala

Bermacam-macam sebutan bagi benda cagar budaya :
Peninggalan sejarah dan purbakala
Benda-benda kuno
Peninggalan arkeologis
Peninggalan sejarah
Monumen
Benda-benda antik
Dan lain-lainnya
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Th. 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, yang dimaksud dengan Benda cagar budaya adalah :
a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan

Benda cagar budaya adalah :
b. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Situs adalah:
Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya
Benda-benda atau hasil budaya manusia meliputi jumlah yang sangat besar. Dalam klasifikasi, budaya terbagi menjadi wujud budaya :
Berupa ide, gagasan, nilai-nilai budaya (intangible) yang sifatnya tidak dapat diraba tetapi dapat dirasakan
Budaya fisik (tangible) yang dapat diraba dan dapat dilihat wujud fisiknya
Faktor yang mempengaruhi kelestarian benda cagar budaya :
Faktor internal yang mengancam kerusakan antara lain disebabkan oleh bahan yang dapat mengalami pelapukan
Faktor eksternal yang mengancam kerusakan antara lain faktor lingkungan ; berupa suhu, kelembaban, hujan, panas matahari, bencana alam, aktivitas manusia, hewan dan sebagainya
Landasan Hukum
  1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32
Pasal ini menyatakan : “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Dalam penjelasan dinyatakan : “Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul dari buah usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan menuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan dan memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan Indonesia”.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Th. 1992 tentang Benda Cagar Budaya
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Th. 1992 tentang Benda Cagar Budaya merupakan wujud murni bahwa penanganan benda cagar budaya dilakukan secara khusus dan dilindungi undang-undang. Sehingga dalam pasal 2 sangat jelas disebutkan, “Perlindungan benda cagar budaya dan situs bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
3. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999
Dalam Tap MPR tersebut salah satunya menyebutkan “Mengembangkan dan membina kebudayaan nasional Indonesia yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung nilai-nilai universal termasuk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan membangun peradaban bangsa”.
Sifat Benda Cagar Budaya :
Unik (unique)
Langka
Rapuh
Tidak dapat diperbarui (nonrenewable)
Tidak bisa digantikan oleh teknologi dan bahan yang sama
Signifikan (penting) berisi bukti-bukti aktivitas manusia masa lampau

Upaya pelestarian situs berpedoman pada ketentuan tentang penanganan benda cagar budaya sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya pada Bab V, pasal 18, ayat 3 adalah sebagai berikut : “Ketentuan mengenai tata cara pengelolaan benda cagar budaya dan situs ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. Dari ketentuan dan peraturan tersebut maka dalam pengolahan perlindungan dan pemeliharaan situs beserta bcb-nya secara teknis dilakukan berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 pasal 23 ayat (1) “perlindungan dan pemeliharaan benda cagar budaya dilakukan dengan cara penyelamatan, pengamanan, perawatan, dan pemugaran ; ayat (2) “Untuk kepentingan perlindungan benda cagar budaya dan situs diatur batas-batas situs dan lingkungannya sesuai dengan kebutuhan ; ayat (3) Batas-batas situs dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan sistim pemintakatan yang terdiri dari mintakat inti, penyangga, dan pengembangan”.
Pemintakatan yang dimaksud dalam ayat 3 adalah :
1. Mintakat Inti
Lahan situs yang ditetapkan berdasarkan batas asli situs. Kegiatannya menitikberatkan pada upaya memberi peluang seluas-luasnya untuk mengapresiasikan nilai benda cagar budaya sebagai pusat perhatian tanpa penghalang. Untuk itu di bagian ini harus terbebas dari halangan bangunan, maupun benda-benda lainnya
2. Mintakat Penyangga
Lahan di sekitar situs yang berfungsi sebagai daerah penyangga kelestarian situs yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan. Kegiatannya menitikberatkan pada upaya perlindungan bangunan dan situs dari pengaruh alam seperti panas, hujan, dan angin. Untuk keperluan ini lingkungannya dapat ditanami tanaman-tanaman hias yang dapat menciptakan suasana rindang dan sejuk yang sifatnya dapat membantu melindungi lingkungan tersebut
3. Mintakat Pengembangan
Lahan disekitar daerah penyangga atau lahan situs yang dapat dikembangkan sebagai sarana sosial, ekonomi, dan budaya yang berwawasan pelestarian. Bentuk kegiatan menitik beratkan pada penyediaan fasilitas dan kemudahan-kemudahan dalam mengapresiasikan nilai bangunan dan situs serta pengelolaanya. Fasilitas tersebut seperti ruang informasi, kamar mandi / WC, kios cinderamata, sarana parkir kendaraan dan sebagainya

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, pasal 2 menyatakan bahwa setiap rencana kegiatan pembangunan wajib melaksanakan Amdal apabila diantaranya :…proses dan kegiatannya yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya alam dan atau perlindungan cagar budaya
Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya menetapkan didalam Bab VII ketentuan yang lain, Pasal 44, bahwa :
  1. Setiap rencana pengembangan yang dapat mengakibatkan :
a. tercemar, pindah, rusak, berubah, musnah atau hilangnya nilai sejarah benda cagar budaya.
b. tercemar dan berubahnya situs beserta lingkungannya; wajib dilaporkan terlebih
               dahulu kepada Menteri.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dan dilengkapi dengan hasil studi analisis mengenai dampak lingkungannya

Oleh sebab itu dalam penanganan benda cagar budaya, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala selalu memperhatikan prinsip-prinsip tersebut di atas yang diimplementasikan dalam tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI), yaitu sebagai berikut :
  1. Registrasi dan Penetapan
  2. Perlindungan
  3. Konservasi
  4. Pemugaran
  5. Pemanfaatan

Registrasi dan Penetapan
Wujud kegiatannya ditekankan pada preserve by record, artinya menyelamatkan data benda cagar budaya seperti melaksanakan pemotretan, penggambaran, pemetaan lokasi, memplot lokasi atau situs dalam peta topografi, pemerian, dan kegiatan perekaman data lainnya.
Perlindungan
Kegiatan perlindungan merupakan upaya perlindungan fisik (preserve by physics). Wujudnya seperti pemagaran, memberi bangunan cungkup, menempatkan tenaga pengawas, menempatkan benda cagar budaya bergerak pada tempat yang layak sehingga terhindar dari kerusakan maupun tindakan orang yang tidak bertanggungjawab.
Konservasi
Kegiatan konservasi dilakukan dengan tujuan memelihara situs, objek, serta lingkungannya sehingga tetap lestari. Implementasi kegiantannya seperti konservasi tradisional dan modern (kimiawi) pada benda-benda yang rentan terhadap pengaruh alam dan pengaruh manusia.
Pemugaran
Kegiatan pemugaran terhadap benda cagar budaya sesuai dengan prinsip pelestarian yang mencakup keaslian bentuk, tata letak, bahan, teknologi, warna, serta nilai sejarah dan pengamanannya. Sifat dari pemugaran itu sendiri dapat berupa perkuatan kontruksi atau bahan, pemugaran sebagian, ataupun pemugaran total agar struktur benda menjadi kuat dan dapat diperpanjang umumnya
Pemanfaatan
Kegiatan pemanfaatan merupakan upaya pencegahan preventif untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap benda cagar budaya. Pemanfaatan benda cagar budaya adalah untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Pemanfaatan dan pelestarian diwujudkan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pelestarian, sehingga masyarakat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan benda cagar budaya yang ada di lingkungannya.

Dengan demikian pelestarian warisan budaya selalu akan dapat dipertahankan dan dapat bermanfaat di tengah-tengah pesatnya pembangunan bangsa Indonesia. Upaya menjaga kelestarian benda cagar budaya adalah tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia, oleh karena itu :
Koordinasi dan kerjasama semua pihak (pakar, budayawan, masyarakat, dan pemerintah) perlu ditingkatkan, sehingga warisan budaya tersebut dapat diwariskan kepada generasi mendatang
Perlu dipertimbangkan apabila akan membangun beberapa fasilitas di lokasi benda cagar budaya atau situs. Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian dan amdal, sehingga dapat diketahui apakah lokasi tersebut mengandung bcb atau tidak. Apabila lokasi tersebut bebas dari bcb atau bukan suatu situs, maka pembangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan tata ruang yang telah ada
Pembangunan sebagai suatu proses berkesinambungan selalu memberikan dampak positif menuju kearah perbaikan. Sebaliknya apabila timbul dampak negatif maka diperlukan antisipasi secara dini agar tidak menghambat dari proses pembangunan itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar